PURA HINDU
1.
PURA
RAMBUT SIWI

a. Cerita tentang Pura Luhur Rambut
Siwi yang Berawal dari Sehelai Rambut.
ASAL mula Pura Rambut Siwi tertuang
dalam Dwijendra Tatwa. Menurut Mangku Gede Pura Luhur Rambut Siwi Ida Bagus
Kade Ordo, pura ini tidak terlepas dari kedatangan Danghyang Dwijendra.
Mengutip Dwijendra Tatwa, ia menceritakan setelah beberapa lama di Gelgel,
Danghyang Dwijendra ingin menikmati Bali. Beliau pun berangkat ke arah barat
sampai di daerah Jembrana berbelok ke selatan dan berbalik lagi ke timur
menyusuri pantai. Saat menyusuri pantai tersebut, Beliau bertemu seorang tukang
sapu di sebuah parahyangan. Tukang sapu tersebut sedang duduk di luar
parahyangan. Ketika sang Pendeta lewat, dia pun menyapa sang Pendeta dan minta
Pendeta tersebut jangan tergesa-gesa dan berhenti sebentar. Tukang sapu itu
mengatakan, parahyangan merupakan tempat yang angker dan keramat. Barang siapa
yang lewat dan tidak menyembah akan diterkam harimau. Untuk itulah, dia minta
sang Pendeta sembahyang di parahyangan sembari menghambat perjalanan sang
Pendeta. Danghyang Dwijendra pun menuruti keinginan si tukang sapu. Beliau lalu
diantarkan masuk ke parahyangan.
Di depan sebuah bangunan pelinggih,
Danghyang Dwijendra melakukan yoga, mengheningkan cipta menatap ujung hidung
(Angghsana Cika) dan menunggalkan jiwatman-Nya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Ketika
Beliau sedang asyik melakukan yoga, tiba-tiba gedong pelinggih tempat menyembah
itu roboh. Peristiwa itu dilihat oleh tukang sapu. Dia lalu menangis dan mohon
ampun kepada sang Pendeta. Tukang sapu itu merasa bersalah karena memaksa sang
Pendeta menyembah di Parahyangan. Tukang sapu juga mohon dengan hormat disertai
belas kasih sang Pandita agar parahyangan diperbaiki lagi. Tukang sapu ingin
perahyangan dikembalikan seperti semula supaya ada yang mereka junjung dan
sembah setiap hari. Danghyang Dwijendra merasa kasihan juga karena melihat
bangunan palinggih itu roboh ditambah lagi adanya tangisan tukang sapu. Beliau
pun bersabda, akan memperbaiki bangunan itu dan membuatnya seperti sedia kala.
Selanjutnya Danghyang Dwijendra melepaskan gelung hingga rambutnya terurai.
Beliau mencabut sehelai rambutnya dan diberikan kepada tukang sapu. ''Danghyang
Dwijendra berkata, rambut tersebut agar diletakkan di pelinggih yang ada di
Parahyangan dan disiwi atau dijunjung atau disembahyangi agar semua mendapat
selamat dan sejahtera. Tukang sapu menuruti apa yang disampaikan Danghyang
Dwijendra dan dia juga menuruti semua nasihat Danghyang Dwijendra. Dari sinilah
awal nama Pura Rambut Siwi,'' tutur Mangku Gede. Karena hari sudah hampir
malam, Danghyang Dwijendra pun berniat bermalam di Pura Rambut Siwi. Ternyata
orang-orang yang datang makin banyak. Mereka datang untuk memohon nasihat agama
dan mohon obat. Beliau lalu menasihatkan ajaran-ajaran agama, terutama mengenai
bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi dan Batara-batari leluhurnya agar hidup
sejahtera di dunia. Beliau juga mengingatkan agar setiap hari Rabu Umanis
Perangbakat mengadakan pujawali di Pura Rambut Siwi untuk keselamatan desa.
b. LOKASI
PURA RAMBUT SIWI
Pura
Luhur Rambut Siwi
terletak di Jalan Denpasar - Gilimanuk di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo,
Kabupaten Jembrana, Bali Indonesia, 18 KM timur Kota Negara dan sekitar 200
meter ke selatan dari Pura Penyawangan( Pura yang terletak di pinggir jalan
utama Denpasar - Gilimanuk, dan selalu di singgahi banyak pengguna jalan yang
memohon Yeh Tirtha (air suci) agar mendapatkan keselamatan dalam perjalanan
mereka).
c. PEMANGKU
DI PURA RAMBUT SIWI
Pada saat pujawali, selain Mangku
Lingsir Istri Dayu Ketut Alit, Mangku Gede Ida Bagus Kade Ordo dan Mangku Istri
Ida Ayu Putu Nuadnya, banyak pemangku yang ngayah di pura. Pembagian pemangku
yang ngayah sudah diatur oleh bendesa masing-masing. Namun untuk
sehari-harinya, Mangku Gede dan Mangku Istri yang berada di Pura Luhur.
d. PIODALAN
DI PURA RAMBUT SIWI
Pura
Luhur Rambut Siwi
di datangi oleh sebagian besar umat Hindu yang ada di Bali saat odalan Pura
yang jatuh setiap 210 hari pada Buda(rabu),
umanis, wuku prangbakat. Odalan yang jatuh pada hari biasa akan
dilakukan Odalan Tingkatan Madia(menengah).
Tapi jika bertepatan pada saat bulan Purnama atau Tilem maka akan dilaksanakan Odalan Tingkatan Utama(odalan Nadi).
e. BANGUNAN
PURA DI PURA RAMBUT SIWI
Sampai saat ini pemedek yang tangkil
ke Pura Rambut Siwi bukan hanya warga setempat saja. Banyak orang dari luar
Jembrana datang ke pura untuk sembahyang dan mohon keselamatan serta
kesejahteraan. Sekaa subak baik subak sawah maupun subak kering juga banyak
yang melakukan persembahyangan di pura ini. Di sekitar Pura Luhur Rambut Siwi
terdapat tujuh pura atau delapan termasuk Pura Luhur. Bagi umat yang pedek
tangkil diharapkan mengikuti urutan tersebut. Pertama, persembahyangan
dilakukan di Pura Pesanggrahan yang letaknya di pinggir jalan
Denpasar-Gilimanuk. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Pura Taman yang
berada di sebelah timur jalan masuk ke lokasi Pura Rambut Siwi. Selesai di Pura
Taman, pemedek menuju ke Pura Penataran. Lokasinya berada di timur Pura Luhur
dan turun ke bawah. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Pura Goa Tirta,
Pura Melanting, Pura Gading Wani dan Pura Ratu Gede Dalem Ped. Setiap
persembahyangan di Pura Ratu Gede Dalem Ped ini, pemedek mendapatkan gelang
tridatu (hitam, merah, putih). Setelah itu, persembahyangan diakhiri di Pura
Luhur Rambut Siwi
Menurut Ida Ayu Putu Nuadnya, mangku
istri di Pura Luhur Rambut Siwi, dari semua pura tersebut, Pura Penataran dan
Pura Luhur merupakan pura inti, sedangkan yang lainnya merupakan pesanakan. Di
Pura Luhur terdapat 13 bangunan. Bangunan itu antara lain Padma, Pengayeng Gunung
Agung, Meru Tiga linggih Ida Batara Sakti Wawu Rauh, Gedong, palinggih Ratu
Nyoman Sakti, palinggih tumpang dua linggih Batari Dewa Ayu Ulun Danu,
palinggih Rambut Sedana, Taksu, Pepelik, Piasan, Peselang, Bale Gong dan Gedong
Pesimpenan Busana. Karena secara geografis Pura Luhur Rambut Siwi berada di
wilayah Yeh Embang, Mendoyo maka pekandel pura pun berasal dari tiga desa yang
sekitar pura yakni Desa Yeh Embang Kangin, Yeh Embang dan Yeh Embang Kauh. Dari
tiga desa ini terdapat delapan bendesa. Saat ini ketua pekandel dipegang Gusti
Made Sedana, Bendesa Yeh Embang Kauh. Sementara itu, Pengempon pura berasal
dari Kecamatan Mendoyo dan Pekutatan. Ketua pengempon dipegang Dewa Made
Beratha.
2. PURA
AGUNG BLAMBAMGAN

a. SEJARAH
PURA AGUNG BLAMBANGAN
Keberadaan Pura Agung Blambangan
sendiri tidak lepas dari sejarah keberadaan kerajaan Blambangan yang pernah
menganut Hindu. Menurut Pembina Yayasan Pura Agung Blambangan Untung
Mardiyanto, sebelum adanya Pura Agung Blambangan pemeluk Hindu biasanya melakukan
persembahyangan bersama di situs Umpak Songo setiap hari Kuningan. Menurut
Untung pembangunan Pura Agung Blambangan sudah berlangsung sejak tahun 1975
secara bertahap menyusul adanya kebangkitan Hindu di daerah tersebut pada tahun
1968. Selama pembangunan telah ditemukan lima sumur di areal pura yang
digunakan sebagai air suci atau tirta.
Tempat berdirinya Pura Agung Blambangan ini sebagai tempat yang dirasa paling
cocok setelah selama tiga tahun dilakukan pemilihan tempat untuk memfasilitasi
umat yang biasa bersembahyang di Umpak Songo. Situs Umpak Songo sendiri
dipercaya sebagai tempat dimana Kerajaan Blambangan dahulu berdiri. Bahkan
pelinggih di Pura Agung Blambangan dibuat mirip dengan yang ada di Umpak Songo.
b.
LOKASI PURA AGUNG BLAMBANGAN
Pura Agung Blambangan berlokasi di
desa Tembok Rejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
c.
PEMANGKU DI PURA AGUNG BLAMBANGAN
Persembahyangan
di pura Agung Blambangan dipimpin oleh 21 mangku setempat. Salah satu pemangku
yang memimpin pemujaan adalah I Gede Wayan Pasek Suarjaya, beliau juga
merupakan pemangku di Beji Dalem Blambangan Karang Suwung.
d.
PIODALAN
DI PURA DALEM BLAMBANGAN
Piodalan di Pura Blambangan
dilaksanakan pada Kliwon wuku Dungulan tepatnya pada hari raya Galungan. Tetapi
banyak agama hindu yang melakukan persembayangan pada hari raya Kuningan.
e.
BANGUNAN PURA DI PURA AGUNG
BLAMBANGAN
Pura Agung Blambangan merupakan pura
terbesar diantara 92 buah pura lainnya yang ada di banyuwangi dan telah
diresmikan hari sabtu, tepatnya pada hari raya Kuningan, 28 juni 1980. Pelataran
Pura Agung Blambangan mempunyai Luas 1.375 m2, dan itu pun tidak cukup
menampung Umat Hindu di Banyuwangi ketika melakukan persembahyangan bersama. Padmasananya
berketinggian 10,6 meter yang dikelilingi bangunan tembok sebelah Barat 37,6
meter, Utara 36,5 meter, Timur 37,6 meter dan Selatan 28 meter. Biaya
pembangunan pura Agung Blambangan seluruhnya mencapai Rp 6.135.708,- yang
sumber dananya berasal dari Departemen Agama Rp.750.000,-, pemerintah daerah
kabupaten Banyuwangi Rp.650.000,- dan sisanya dari swadaya masyarakat disana
disamping dari darmawan lainnya
3. PURA
MANDARA GIRI SEMERU AGUNG

a. SEJARAH
PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG
Pura yang biasanya dijuluki Pura
Kahyangan Jagat (tempat memuja Hyang Widhi Wasa) pada hari-hari
tertentu ramai dikunjungi umat Hindu, terutama dari Bali. Maka jangan heran
kalau melihat atribut khas Bali yang terdapat di sepanjang jalan menuju ke pura
ini. Seperti untaian janur, sesajen, patung bersarung dan taburan bunga-bunga. Pura yang diresmikan
oleh Gubernur Bali, Ida Bagus Oka pada
tahun 1991, menyimpan kisah yang cukup menarik dibalik lokasi berdirinya pura
tersebut, yaitu di lambung Gunung Sumeru. Dilatari oleh konsep kepercayaan yang
sangat kuat dan saling terkait dengan sumber-sumber susastra-agama yang ada.
Yaitu diceritakan, ketika tanah Jawa masih gonjang-ganjing (ketidak setabilan),
Batara Guru memerintahkan para Dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah
Bharatawarsa (India) untuk di bawa ke Tanah Jawa. Dan perintah itu dilaksanakan
oleh para Dewa, kemudian Puncak Gunung Mahameru pun dipenggal, diterbangkan ke
tanah Jawa. Ketika puncak Mahameru tersebut diletakkan di tanah jawa bagian
barat, bagian timur tanah jawa berjungkat, sedangkan bagian barat justru
tenggelam. Akhirnya potongan puncak Gunung Mahameru itu oleh para dewa
digotong lagi ke rah timur. Disepanjang perjalanan dari barat ke bagian timur
tanah Jawa, bagian-bagian puncak Gunung Mahameru itu ada yang patah dan
tercecer disepanjang perjalanan. Bagian-bagian yang patah itu kelak
tumbuh menjadi enam gunung kecil masing-masing Gunung Katong (Gunung Lawu,
3.265 m di atas permukaan laut), Gunung Wilis (2.169 m), Gunung Kampud (Gunung
Kelud, 1.713 m), Gunung Kawi (2.631 m), Gunung Arjuna (3.339 m), Gunung Kemukus
(3.156 m). Dan puncak Mahameru yang berhasil ditempatkan dibagian timur oleh
para dewa tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Gunung Sumeru (3.876
m). Inilah puncak tertinggi Pegunungan Tengger sekarang, bahkan menjadi
gunung tertinggi seantero Indonesia, yang membentuk poros dengan Gunung Bromo
atau Gunung Brahma. Sejak peristiwa itu tanah Jawa menjadi stabil, tidak
terjadi lagi gonjang-ganjing. Di lambung Gunung Semeru itulah sejak tahun 1991
resmi berdiri megah Pura Mandara Giri Semeru Agung, sebagai puncak perjalanan
spiritual masyarakat hindu Bali di Indonesia. Tentu saja panteon
pemindahan Gunung Mahameru di tanah Hindu menjadi Gunung Semeru. Begitu
nama otentik yang tersuratkan, namun orang-orang kini terbiasa menyebut Semeru.
Di tanah Jawa (Nusantara) itu disuratkan jauh sebelum Pura Mandara Giri
Semeru Agung dibangun. Kisah tua itu diceritakan dengan jelas dalam kitab
Tantupanggelaran berbahasa Jawa Tengahan, digubah dalam bentuk prosa. Apa yang
menarik dari kisah pemindahan gunung itu? Panteon itu jelas menunjukkan
persebaran Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke negeri Nusantara yang
berpusat di tanah Jawa. Dalam pandangan Hindu Siwaistis yang berpengaruh besar
di Nusantara, termasuk Bali hingga kini, Dewa tertinggi adalah Siwa. Dewa Siwa
bersemayam di gunung tertinggi. Itu berarti di puncak Gunung Mahameru
(Himalaya) dalam alam India, atau puncak Gunung Sumeru dalam alam Nusantara.
Teks-teks Purana India yang tergolong kitab Upaweda (penjelasan lebih lanjut
atas Weda) memang menyuratkan Tuhan Yang Mahatunggal bersemayam di puncak
Mahameru, dikenal pula dengan nama Gunung Kailasa atau Gunung Himawan,
yang bersalju abadi.
b.
LOKASI PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG
Pura ini terletak di Desa Senduro,
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Letak topografinya di kaki
gunung Semeru yang berhawa sejuk dan diyakini dekat dengan nilai spiritual umat
Hindu berkaitan dengan sejarah gunung Semeru.
c. PEMANGKU DI PURA
MANDARA GIRI SEMERU AGUNG
Piodalan di pura Mandara Giri dipimpin oleh
mangku mangku setempat. Salah satu pemangku piodalan sekaligus penerima Kitab
Bagavadghita beserta sebuah genda dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika adalah
Romo Mangku Misto.
d. PIODALAN DI PURA
MANDARA GIRI SEMERU AGUNG
Piodalan dilaksakan bertepatan pada hari
ulang tahun pura yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli.
e. BANGUNAN PURA DI PURA
MANDARA GIRI SEMERU AGUNG
Pura Mandaragiri Semeru Agung (PMSA) dibangun pada
tahun 1991 di Desa Senduro Kabupaten Lumajang. Latar belakang pemilihan lokasi
PMSA di kaki Gunung Semeru berkaitan dengan mite pemindahan puncak Gunung
Mahamèru dari India ke Jawa dengan maksud agar Pulau Jawa tidak
jungkat-jungkit, sebagaimana dikisahkan dalam naskah Tantu Panggêlaran. Dengan
demikian Gunung Semeru dianggap suci oleh masyarakat Jawa sejak dahulu. Gaya,
struktur dan komponen-komponen arsitekturnya mengikuti gaya arsitektur
pura-pura di Bali, yaitu arsitektur trdisional Bali yang masih mengikuti gaya
arsitektur zaman kerajaan Majapahit. Gaya arsitektur ini dipengaruhi oleh
kebudayaan Hindu dengan dasar-dasar filsafat dalam ajaran agama Hindu. Landasan
filosofis arsitektur terteliti dipaparkan dengan latar belakang alam pikiran
keagamaan pemangkunya, yaitu agama Hindu, yang visualisasinya tergambarkan pada
tata ruang (tata letak), bentuk bangunan dan bahan bangunan yang digunakannya.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.